Bapak Hilang Ditelan Hujan I
,


Blaaaarrrrrrrr..
Suara guntur membahana memenuhi setiap ruang pendengaran. Kilatannya yang merah menyala menghiasi langit, membuat nyali orang-orang menjadi ciut untuk menonjolkan batang hidungnya barang secuil saja. Keadaan diluar sangat mencekam. Kilat masih saja terlihat menyambar-nyambar mencari mangsa di dalam hebatnya hujan sore ini.

Bllaaaaaaaaaarrrrrr......

"Bapaaaaaaaaaaaaak!!"

Afif berteriak memangil bapak. Dalam ketakutan itu adikku sembunyi di balik pintu. Menangis sejadi-jadinya sambil menyebut-nyebut bapak. Aku berlari mendatanginya, kupeluk dia dengan segenap kasih sayang, mencoba memberikan rasa aman padanya.

"Tenang dek ya??!" Bujukku pada bocah lima tahunan ini.
"Afif... Afif....(hiks...hikss..) Afif kangen bapak!" Air matanya mengalir begitu derasnya.
"Bapak kemana ya mbak?"

Pertanyaan ini lagi... hatiku benar-benar tertohok. Hatiku terasa terkoyak jika disuguhi pertanyaan tentang bapak. Sebenarnya aku juga rindu sama bapak, sama sosoknya yang penyabar dan penuh canda-tawa. "Bapaaaaaaaaaaaaak, dimana bapak sekarang? kami rindu sama bapak?". Jeritku dalam hati. Jerit yang hampir dua tahun ini tak terjawab oleh siapapun, juga dari ibu.

************

Pagi ini begitu cerahnya secerah wajah adik bungsuku yang masih bayi. Wajahnya ceria, berbinar bahagia dalam gendonganku. Ibu sedang menyapu dapur yang berlantaikan tanah, sedang bapak pagi ini sudah tampak rapi, mempersiapkan semua bekal-bekal yang akan dibawa ke hutan pinggir kali. Tidak seperti pagi-pagi biasanya, kalau tidak duduk mendengarkan radio sambil minum kopi, paling-paling bapak masih menenggelamkan diri dalam sarungnya dan bergelut dengan mimpi-mimpi. Itulah kurasakan pagi ini sedikit berbeda.

Bapak mendekati meja dapur yang berisikan masakan ibu untuk sarapan seisi rumah, termasuk aku dan adik-adikku. Bapak menikmati sarapan dengan bolak-balik menatap ibu berlama-lama, aku dan adik-adik, kemudian menyuap dan sejurus menatap lagi.

"Pak! kenapa? Apa ngga jadi berangkat?"
Akhirnya ibu nyeletuk juga setelah merasa aneh dengan sikap bapak pagi ini.

"Jadi kok mak."
"Bapak mbalok berapa hari?"
"Weleh, paling tiga hari sudah selesai mak!"
"Berapa orang pak yang pergi?" Akupun ingin tahu siapa saja yang ikut mbalok. Bukan apa-apa, aku hanya khawatir saja sama bapak, karena pekerjaan ini adalah pekerjaan sulit yang penuh resiko.
"Cuma wong telu, ada pak Marni, Dakir dan bapak sendiri". Jelas bapak.
"Hamid jaga adik-adik, bantu ibumu biar ndak capek betul!"
"lho sebenarnya bapak mau kemana? lha kok tumben pake pesan segala sama anak-anak?!"
Sahut ibu sambil mebersihkan meja dapur.

"Masak kasih nasehat baik kok ga boleh tho!"

Hening bapak telah hilang dari pandangan, ibupun turun kesawah untuk membantu keuangan keluarga. Mbalok dan kesawah adalah pekerjaan yang sama-sama menguras tenaga. Namun bapak dan ibu tak pernah mengeluh sedikitpun demi urusan makan dan uang sekolah anak-anaknya.
*************

Tiga hari berlalu, tapi bapak belum pulang juga. "Ah.......paling besok juga pulang." gumamku menenangkan hatiku yang mulai diliputi kegalauan.
"Bu, bapak kok belum pulang ya bu?" Tanyaku penuh kegundahan.
" Paling- paling besuk mid" Jawab ibu dengan tenangnya sambil mengorak-arik kedelai hasil mbawon di ladang tetangga. Sebenarnya wajah tenang ibu juga mulai digelayuti rasa cemas. Hanya saja ibu tak ingin memperlihatkan pada kami, anak-anaknya.

Bersambung.....

0 komentar: