IBUKU PEREMPUAN
,


Rasanya aku ingin berteriak pada semua orang, aku ingin memberitahukan pada mereka semua, bahwa ibuku perempuan. Mungkin orang akan mengeryitkan dahi mendengar kataku tentang ibu perempuanku. Bukankah hanya seorang perempuan yang mendapatkan predikat ibu, dan pastilah setiap ibu adalah perempuan, meski kadang seorang perempuan taklah sempurna menjadi ibu.

Ibuku perempuan! Karena suaranya lembut mendayu bagaikan kerisik dedaunan malam yang tersapu angin. Meski kadangkala suaranya menggelegar bagai petir disaat hujan lebat. Petir ini selalu tampil saat aku tak pandai mengurusi diriku yang sudah mulai mengerti dan salah dimatanya. Terkadang suaranya santai dan merdu seperti riak gelombang di pantai, bergemericik dengan tenangnya.

Aku senang memiliki ibu perempuan. Ia selalu ada saat aku bertanya. Ia selalu ada saat aku butuh bahu untuk menyandarkan kepala. Ia ada saat aku butuh teman untuk bercerita tentang semuanya. Ibuku juga yang senantiasa menyiapkan segala kebutuhanku, dari sarapan hingga ketika aku ingin sesuatu yang baru. Tangannya yang gemulai mematahkan cabai-cabai hijau dan merah dengan pedasnya yang membakar. Dengan menu-menu barunya, dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang ia ceritakan saat ia bersenda dirumahnya yang kedua tentang rasa manis, asin, gurih nan menggugah selera. Dapur.

Ibuku tidaklah setengah laki-laki. Beliau senantiasa sopan dan santun. Gamis, rok panjang, baju panjang, serangkaian jilbab dan kaos kaki, Semua itu selalu melekat padanya dan selalu menjaga tubuhnya. Rasanya tak pernah sekalipun aku mendapatinya menggunakan celana panjang layaknya perempuan-perempuan masa kini. Yang kadang malah aku tidak mampu lagi membedakan apakah seseorang yang ada dihadapanku seorang perempuan atau lelaki. Dengan gaya yang sama, pakaian yang mirip dan lenggak lenggok yang aduhai. Namun ketika aku sadari suaranya sangat khas. aku jadi takut! Demikian juga, kadang aku jadi bingung kala seorang dihadapanku sangatlah cool, dari pakaian, tampang dan semuanya, sangat macho. Sayang ternyata suaranya sangat merdu seperti ibu perempuanku. Weleh........

Aku bagai di anugrahi piala world cup, dengan memiliki ibu seperti dirinya. Ibuku yang tiada berhenti menyiapkan , menyajikan, menata, merapikan, menghiasi, dan tak lupa membersihkan rumah juga pakaian kami dengan tangannya yang sudah mulai kasar. Meski aku tahu kadangkala rasa bosan menyelinap dalam hatinya yang lembut, bosan mengerjakan itu-itu saja dan begitu-begitu saja. Memasak lagi, mencuci lagi, menyapu lagi, semuanya berulang terus menerus, hari dan hari hingga menuai tahun. Itu lagi dan lagi...... Tapi rasa jemu itu segera ia bungkus dengan keikhlasan agar tidak lekas merajai dirinya sebagai seorang perempuan.

Ibu perempuanku juga bukanlah wanita yang bodoh, ia sangat cerdas dan cermat. Meski ia sadar jika seorang perempuan tidak akan kemana-kemana kecuali tiga tempat. Yakni dapur, sumur dan kasur. Ibuku sadar sesadar-sadarnya, bahwa menjadikan ketiga tempat itu bagaikan surga bagi suami dan anak-anaknya, bukanlah hal yang mudah. Semuanya butuh ilmu. Semua jenis ilmu juga dibutuhkan. Dari ilmu yang sederhana, ilmu agama, IPA, IPS bahkan ilmu yang hitung-menghitung juga diperlukan. Makanya, ibukupun menyelesaikan Strata I-nya.

Ibu juga sangat menyadari bahwa dirinya adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Maka jika seorang ibu kurang ilmu, lalu bagaimana ia akan mendampingi anak-anak dan bagaimana pula kelak ia akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulut-mulut mungil sang buah hati. Meskipun kini ibu sudah sangat sibuk, antara mengurus ayah, aku dan adik-adikku. Namun itulah ibuku yang perempuan, masih bersemangat menambah ilmu, ingatlah pedomannya" Satu hari satu ilmu, cukuplah...."

Disaat ibu-ibu lain sibuk menitipkan buah hati mereka pada tempat-tempat penitipan anak. Tidak dengan ibuku. Ia terlalu sayang pada anak-anaknya. Bahkan ibuku yang perempuan ini, merelakan jabatan yang sudah ia dapati dengan susah payah sebelum beretemu dengan ayah lelakiku, beliau tinggalkan dengan penuh kerelaan. Tentu demi aku dan adik-adikku.

Ohhh.... Ibuku, engkau benar-benar perempuan sejati. Seperti Khodijah. Ummul mukminin yang begitu engkau idolakan.

Ohh....Adakah yang sebahagia aku dengan seorang ibu yang benar-benar seorang perempuan.




1 komentar:

  Unknown

Senin, Maret 11, 2013

Ooooh ...
Aku kangen ibu..